Tren dan minat berinvestasi di masa pandemi Covid-19 mengalami peningkatan, khususnya di kalangan anak millenial. Istilah-istilah seperti saham, reksadana, obligasi hingga sukuk sudah cukup familiar di telinga investor pemula.
Nah, dalam dunia pasar modal ada istilah yang namanya obligasi. Bagi kamu yang belum paham, obligasi juga sering disebut sebagai surat utang jangka menengah dan panjang yang dapat dipindahtangankan. Obligasi sendiri berisi janji dari pihak penerbit untuk membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang ditentukan.
Sedangkan sukuk adalah obligasi yang halal berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan diperdagangkan di pasar modal.
Bersumber dari situs Bursa Efek Indonesia (BEI), instrumen ini bisa didefinisikan sebagai efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi.
Dikutip dari laman resmi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), sukuk adalah wajib dikelola berdasarkan prinsip syariah, tidak mengandung unsur maysir (judi) gharar (ketidakjelasan), riba (usury), serta telah dinyatakan sesuai syariah oleh MUI. Sukuk adalah efek syariah yang biasanya diterbitkan oleh pemerintah untuk membantu membiayai pembangunan Negara. Namun, sukuk adalah surat berharga yang juga bisa diterbitkan oleh perusahaan BUMN atau swasta.
Dengan menerbitkan sukuk, pemerintah atau perusahaan dapat menghimpun dana dari masyarakat. Nantinya dana yang terhimpun digunakan untuk sebuah proyek atau pembangunan yang tidak bertentangan dengan nilai syariah. Pemerintah atau perusahaan dalam hal ini sebagai emiten harus membayar pendapatan kepada pihak pemilik obligasi syariah dengan sistem bagi hasil. Ketika jatuh tempo, emiten juga wajib membayar kembali dana sukuknya.
Dalam dunia investasi, obligasi dan sukuk masuk dalam salah satu instrumen pendapatan tetap atau fixed income. Disebut pendapatan tetap karena produk ini tingkat pendapatannya cukup stabil. Tujuan dari produk ini adalah memberikan tingkat pertumbuhan nilai investasi yang relatif stabil dengan risiko yang relatif lebih stabil juga dibandingkan dengan saham.
Baca juga : Tahukah Kamu Beda Sukuk Ritel Dan ORI?
Lalu, untuk jenisnya obligasi negara ada dua kategori. Pertama obligasi konvensional, kedua obligasi syariah. Sukuk adalah obligasi syariah, sedangkan obligasi konvensional antara lain ORI (Obligasi Ritel Indonesia) dan SBR (Saving Bond Ritel). Nah, sampai sekarang masih banyak yang sulit membedakan antara sukuk dan obligasi. Oleh karena itu, Bibit akan menjabarkan perbedaannya dengan jelas. Yuk, simak kelima perbedaan yang harus kamu ketahui sebelum berinvestasi!
1. Sifat instrumen
Perdagangan obligasi pada investasi obligasi konvensional dianggap sebagai surat pernyataan utang. Sementara sukuk, menganggapnya sebagai sertifikat atas kepemilikan aset.
Hal ini kemudian membuat sukuk memiliki Surat Berharga Syariah Negara (SSBSN) sebagai bukti atas kepemilikan obligasi, sedangkan obligasi konvensional yang mencakup Obligasi Ritel Indonesia (ORI), dan Saving Bond Ritel (SBR) tidak memerlukan hal seperti itu.
2. Keuntungan sukuk dan obligasi
Sukuk dan obligasi sama-sama memiliki keuntungan atau imbal hasil. Bedanya, keuntungan ORI dan SBR pada obligasi adalah berupa kupon atau bunga dan capital gain. Khusus SBR011 yang sebentar lagi masuk masa penawaran, kupon SBR011 adalah floating, suku bunga naik, kupon juga naik. Jadi, untung yang kamu dapatkan juga naik!
Sementara pada sukuk, keuntungan atau imbalan yang diterima investor berasal dari uang sewa atau ujrah, margin, bagi hasil, atau imbalan lain sesuai akad yang sudah disepakati bersama sebelumnya.
3. Penggunaan dana
Dalam obligasi, semua jenis industri boleh menerbitkannya. Tidak ada batasan jenis industri untuk bisa menerbitkan obligasi.
Di sisi lain, pada sukuk, jenis industri yang boleh menerbitkannya harus benar-benar terbebas dari segala unsur yang diharamkan oleh syariah.
4. Besaran biaya pungutan OJK
Obligasi dan sukuk merupakan jenis investasi yang berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adapun, semua investasi yang berada di bawah pengawasan OJK ditarik biaya khusus atau kerap disebut sebagai pungutan OJK. Biaya ini digunakan untuk mendanai kegiatan operasional, pengadaan aset, dan kegiatan lainnya.
Jumlah pungutannya biasanya adalah 0,05 persen dari nilai emisi. Untuk obligasi, maksimal Rp750 juta, sedangkan sukuk maksimal Rp150 juta.
Baca juga : Apa Beda SBR011 Dengan SBN Lainnya? Ini Alasan SBR011 Lebih Menarik
5. Biaya administratif dan dokumen pertanggungjawaban
Perbedaan berikutnya antara obligasi dan sukuk adalah dari segi biaya administratif dan dokumen pertanggungjawaban. Pada obligasi, investor hanya perlu membayar biaya administratif dan membutuhkan laporan pertanggungjawaban yang biasa disebut dokumen dengan isi relatif singkat.
Kemudian pada sukuk, biaya administrasinya ditambah biaya upah Dewan Pengawas Syariah. Hal ini lantaran penerbitan sukuk diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah yang berada di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Adapun, untuk dokumen pertanggungjawabannya, sukuk memiliki dokumentasi tambahan yang berisikan berbagai transaksi pembayaran syariah.
Setelah membaca penjelasan di atas, apakah kamu sudah mulai paham mengenai perbedaan sukuk dan obligasi konvensional?
Lima perbedaan di atas bisa kamu pelajari agar lebih yakin jenis surat berharga mana yang akan dipilih. Untuk investasi obligasi syariah (sukuk) ataupun obligasi konvensional, kamu bisa membelinya melalui Bibit yang sudah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Bibit juga menjadi salah satu mitra distribusi penjualan Sukuk Ritel, Obligasi Negara Ritel Indonesia, Sukuk Negara Tabungan, dan Saving Bond Ritel yang ditunjuk langsung oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia.