Apa Itu Resesi Dalam Perekonomian?

Dalam perkembangan dan kemajuan suatu negara, bidang ekonomi memiliki peran yang sangat penting dan signifikan. Bisa dibilang, negara dikatakan maju apabila meningkatnya pendapatan nasional dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Tentunya setiap negara akan berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonominya agar mampu menciptakan kesejahteraan bagi rakyat dan sektor lain agar bisa berjalan dengan baik. Namun, tidak semua rencana bisa berjalan dengan mulus. Pencapaian ekonomi yang sejahtera juga dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal yang tidak mampu diprediksi dan dikendalikan. Salah satunya Wabah COVID-19 yang membuat ekonomi banyak negara berada dalam kondisi terpuruk saat ini.

Keadaan ini membuat perekonomian sebuah negara akan mengalami resesi. Apa itu resesi? Resesi dapat diartikan sebagai kelesuan ekonomi. Resesi atau kemerosotan yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi bisa sampai 0 persen, bahkan minus dalam kondisi terburuk. Akibatnya, terjadi penurunan pada aktivitas di beberapa sektor ekonomi, seperti lapangan kerja, investasi, hingga keuntungan perusahaan. 

Adanya resesi memang tidak datang dengan sendirinya. Ada cukup banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Beberapa di antaranya sebagai berikut.

  1. Inflasi

Faktor yang satu ini sering kali menjadi momok bagi pertumbuhan ekonomi. Memang, ada kalanya inflasi dibutuhkan agar perekonomian tetap stabil. Namun, pada kondisi tertentu inflasi yang terlalu tinggi justru menurunkan daya beli masyarakat. Akibatnya, jumlah barang dan jasa yang mampu dibeli dengan jumlah uang yang sama seperti sebelumnya semakin sedikit. Terjadinya inflasi dipicu oleh biaya produksi yang meningkat, biaya energi yang lebih tinggi, dan utang nasional.

  1. Hilangnya kepercayaan dalam investasi

Untuk menjalankan roda perekonomian dan mengembangkannya, otoritas setiap negara dituntut mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif baik dari segi keamanan maupun proyek-proyek yang strategis. Tujuannya, agar dapat menarik minat investor untuk berinvestasi. Namun, apa jadinya jika pertumbuhan ekonomi justru memicu hilangnya kepercayaan untuk berinvestasi? Tentu akan banyak investor yang menarik dananya. Hilangnya kepercayaan dalam berinvestasi mengakibatkan pertumbuhan ekonomi melambat. Bisnis lesu, sehingga banyak produsen yang mengurangi volume produksi.

Suku bunga tinggi

Faktor yang satu ini memang tak bisa lepas dari sektor ekonomi. Di satu sisi, kenaikan suku bunga dimaksudkan untuk melindungi nilai mata uang. Namun di sisi lain, peningkatan suku bunga yang terlalu tinggi justru membebani para debitur, sehingga mengakibatkan terjadi kredit macet. Kredit macet dalam jumlah besar jelas akan berdampak sistemik pada dunia perbankan. Ketika dunia perbankan kolaps, terjadilah resesi.

Kebijakan pemerintah

Sejatinya pemerintah dituntut untuk berupaya mensejahterakan rakyatnya melalui kebijakan-kebijakan ekonomi yang melindungi perekonomian rakyat. Namun, tak selalu kebijakan pemerintah membuahkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Artinya, ada kalanya pemerintah salah dalam mengambil kebijakan ekonomi.

Misalnya saja kebijakan impor bahan pangan yang berlebihan, pembangunan yang mengandalkan utang luar negeri, penghapusan regulasi terkait dengan kelestarian lingkungan, penghapusan pajak barang-barang mewah, dan lain sebagainya. Kesalahan dalam mengambil kebijakan ekonomi akan berdampak pada penerapan strategi yang salah pula. Alih-alih mencapai pertumbuhan ekonomi yang meroket, tetapi justru merosot.

Baca juga artikel Menabung Reksadana Online Bisa Dimana Aja? di sini!


Lalu apa indikator suatu negara sedang mengalami resesi ekonomi? Yuk, simak poin-poinnya berikut ini!

Terjadi ketidakseimbangan antara produksi dengan konsumsi

Ekonomi tak jauh-jauh dari produksi dan konsumsi. Keseimbangan diantara keduanya menjadi dasar pertumbuhan ekonomi. Di saat produksi dan konsumsi tidak seimbang, maka akan terjadi masalah dalam siklus ekonomi.

Apabila tingginya produksi tidak diikuti dengan tingginya konsumsi, akan berakibat pada penumpukan stok persediaan barang. Sebaliknya, jika produksi rendah sedang konsumsi tinggi maka kebutuhan dalam negeri tidak akan mencukupi sehingga harus dilakukan impor. Hal ini akan berakibat pada penurunan laba perusahaan sehingga berpengaruh pada lemahnya pasar modal.

Pertumbuhan ekonomi lambat bahkan merosot selama dua kuartal berturut-turut.

Dalam perekonomian global, pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran untuk menentukan baik buruknya kondisi ekonomi suatu negara. Jika pertumbuhan ekonomi suatu mengalami kenaikan secara signifikan, artinya negara tersebut dalam kondisi ekonomi yang kuat.

Demikian pula sebaliknya. Nah, pertumbuhan ekonomi ini menggunakan acuan produk domestik bruto yang merupakan hasil penjumlahan dari konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor yang dikurangi impor. Jika produk domestik bruto mengalami penurunan dari tahun ke tahun, dapat dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan mengalami kelesuan atau resesi.



Nilai impor jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor

Dalam perdagangan internasional, kegiatan impor dan ekspor sangatlah wajar. Selain untuk menjalin kerja sama ekonomi, tujuan dari impor dan ekspor salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan penduduk di kedua negara.

Negara yang kekurangan komoditas karena tidak bisa memproduksi sendiri, bisa mengimpor dari negara lain. Sebaliknya, negara yang memiliki kelebihan produksi bisa mengekspor ke negara yang membutuhkan komoditas tersebut. Namun, jika impor dengan ekspor tidak stabil bisa berdampak pada perekonomian negara. Nilai impor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor berisiko pada defisit anggaran negara.

Tingkat pengangguran tinggi

Tenaga kerja menjadi salah satu faktor produksi yang memiliki peranan penting dalam menggerakkan perekonomian. Jika suatu negara tidak mampu menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal, maka tingkat pengangguran di negara tersebut jelas akan tinggi. Risikonya, daya beli rendah bahkan memicu tindak kriminal guna memenuhi kebutuhan hidup.

Terjadi inflasi atau deflasi yang tinggi

Untuk alasan dan kepentingan tertentu, inflasi memang diperlukan. Namun, inflasi yang terlalu tinggi justru mempersulit kondisi ekonomi, karena harga-harga komoditas melonjak sehingga tak bisa dijangkau oleh semua kalangan masyarakat, utamanya yang kelas ekonominya menengah ke bawah.

Kondisi ekonomi akan semakin parah apabila inflasi tidak diikuti dengan daya beli masyarakat yang tinggi. Tak hanya inflasi yang berdampak pada resesi, tetapi juga deflasi. Harga-harga komoditas yang menurun drastis bisa mempengaruhi tingkat pendapatan dan laba perusahaan yang rendah. Akibatnya, biaya produksi tidak tertutup sehingga volume produksi rendah.

Pengaruh Resesi Terhadap Negara dan Masyarakatnya

Telah terlihat bahwa resesi memberikan pengaruh berantai yang buruk pada kondisi perekonomian suatu negara dan masyarakatnya. Perlambatan pertumbuhan ekonomi menimbulkan para pelaku bisnis yang menghentikan proses rekrutmen dan meningkatkan tingkat pengangguran.

Dengan tingginya tingkat pengangguran, pembelian dari konsumen akan menjadi semakin menurun. Saat hal tersebut terjadi, bukan tidak mungkin akan ada banyak bisnis yang akan tersungkur dan akhirnya mengalami kebangkrutan. 


Dalam jangka panjang, resesi dapat menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan, hunian yang masih pada kondisi mencicil, dan usaha kecil dan menengah jadi melemah. Tidak hanya itu, para generasi muda yang tidak bisa mendapatkan karir yang tepat dapat berakibat fatal pada masa depan bangsa karena tidak memiliki skill yang dibutuhkan oleh industri maju. Jadi, dalam skenario paling buruknya, negara maju dapat menjadi negara berkembang atau dibawahnya akibat terjadinya resesi. Oleh karena itu, persiapkan finansialmu sedini mungkin untuk masa depan yang cerah. Kamu bisa memulai berinvestasi reksadana di aplikasi Bibit. Teknologi kami menggunakan pendekatan Teori Modern Portfolio yang diperkenalkan oleh ekonom Harry Markowitz yang sudah terbukti dapat menjaga resiko dan memaksimalkan keuntungan kamu lewat diversifikasi.