Risiko Investasi Reksa Dana
Investasi memang menawarkan banyak keuntungan. Akan tetapi, seperti halnya semua bentuk investasi, ada risiko yang perlu dipertimbangkan. Yuk, langsung kita bahas beberapa risiko investasi reksa dana.
1. Return Tidak Pasti
Reksa dana punya banyak tipe, antara lain reksa dana pasar uang, reksa dana obligasi, dan reksa dana saham. Nah, setiap reksa dana tersebut punya tingkat return yang berbeda-beda. Potensi return reksa dana saham paling tinggi – bisa sampai 20% per tahun – dibanding reksa dana lainnya, meski risikonya juga paling besar. Reksa dana pasar uang sebaliknya, berisiko paling rendah dengan potensi return yang juga rendah.
Return-return ini bisa berubah sewaktu-waktu, bergantung pada kinerja Manajer Investasi dan kondisi pasar bursa. Karena itu, return reksa dana tidak pasti atau kadang naik-kadang turun
2. Risiko Likuiditas
Likuiditas terkait kemampuan bank untuk memenuhi permintaan penarikan uang. Meskipun proses penjualan reksa dana sangat mudah karena kini bisa dilakukan melalui aplikasi investasi reksa dana online, pencairan reksa dana untuk sampai ke rekening tetap memerlukan waktu. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur pencairan reksa dana maksimal 7 hari kerja (Tidak termasuk hari Sabtu dan Minggu).
Dengan kata lain, reksa dana tidak bisa dicairkan secara real time. Kecuali, di aplikasi Bibit ada beberapa reksa dana yang bisa dicairkan instan. Info lebih lanjut instant redemption di Bibit, silakan klik di sini.
3. Wanprestasi
Risiko wanprestasi atau gagal bayar dapat terjadi, jika Manajer Investasi tidak dapat memenuhi kewajiban untuk membayar penjualan reksa dana ke nasabah. Hal ini disebabkan mitra Manajer Investasi, seperti pialang, emiten, bank kustodian, dan agen penjual efek reksa mengalami kendala. Baik itu karena kesulitan keuangan atau bahkan pailit.
4. Penurunan Nilai
Risiko ini berkaitan dengan kemungkinan penurunan nilai reksa dana. Harga reksa dana dihitung berdasarkan nilai aktiva bersih per unit penyertaan, dan fluktuasi pasar dapat menyebabkan penurunan nilai. Risiko ini lebih tinggi dalam reksa dana saham dibandingkan dengan reksa dana pasar uang, karena fluktuasi harga saham cenderung lebih tinggi dalam jangka pendek.
5. Tidak Ada Jaminan
Berbeda dengan produk investasi tertentu seperti deposito yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), investasi reksa dana tidak dijamin oleh pihak bank atau pemerintah. Jika terjadi kebangkrutan di bank, investor dapat mengalami kerugian tanpa jaminan perlindungan dari pemerintah. Selain tidak adanya jaminan pemerintah, permasalahan ekonomi dan politik juga bisa mempengaruhi stabilitas nilai investasi termasuk reksa dana. Ketika ada perubahan aturan investasi atau ketidakpastian politik, reksa dana harus beradaptasi, dan ini dapat memengaruhi nilainya.
Baca Juga: Cara Mudah Top Up Reksa Dana, Ini Penjelasan Lengkapnya
Risiko Reksa Dana Paling Tinggi
Dari semua penjelasan di atas, mana risiko reksa dana paling tinggi?
Dari sisi tipe reksa dana, dapat langsung dikatakan bahwa reksa dana saham yang berisiko paling tinggi. Reksa dana saham, seperti sudah kita ketahui, high risk high return, di mana nilainya akan dipengaruhi oleh kinerja saham-saham yang ada di pasar bursa.
Sementara dari sudut pandang kerugian, risiko reksa dana paling tinggi, yaitu wanprestasi. Mengapa? Karena investor akan kesulitan mencairkan dananya ketika mitra usaha tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada nasabah. Risiko terburuk dari kondisi ini adalah hilangnya keseluruhan dana investor.
Itulah mengapa investasi reksa dana tidak boleh asal. Kita harus mempertimbangkan reputasi dari agen penjual reksa dana (APERD) dan Manajer Investasi. Pastikan produk reksa dana yang kamu pilih, dijual oleh APERD resmi yang sudah terdaftar dan berizin OJK dan berasal dari Manajer Investasi terbaik.
Mengurangi Risiko Investasi Reksa Dana
Tidak perlu khawatir dengan risiko reksa dana paling tinggi. Kurangi risiko investasi reksa dana dengan tips-tips berikut ini.
1. Miliki Mindset Jangka Panjang
Risiko investasi reksa dana yang kerap bikin was-was adalah ketika melihat nilai unit reksa dana sedang turun. Namun, harus diingat jka reksa dana yang kita miliki sedang merah, kita sebenarnya belum mengalami kerugian (unrealized loss) selama belum mencairkan unit reksa dana tersebut. Barulah saat cairkan, baik karena efek psikologi atau karena memang butuh dana, maka risiko kerugian ini menjadi nyata.
Karena itu, tidak perlu panik saat reksa danamu sedang turun. Pasalnya, seiring berjalannya waktu, cepat atau lambat nilai tersebut akan naik kembali. Kamu wajib bersabar dan memiliki mindset jangka panjang. Asal kamu beli reksa dana dari APERD dan Manajer Investasi terpercaya, maka danamu pasti aman.
2. Diversifikasi dan Konsisten Nabung Rutin
Cara ampuh untuk mengurangi risiko investasi adalah diversifikasi. Tapi nyatanya reksa dana merupakan instrumen investasi yang sudah terdiversifikasi, alias dana pada reksa dana tidak diinvestasikan pada satu instrumen investasi saja.
Jadi, ketika reksa dana sedang merah, yang kita butuhkan adalah waktu untuk menunggu nilai unit reksa dana tersebut naik kembali sambil tetap berinvestasi. Strategi ini yang biasa disebut dengan dollar cost averaging (DCA). Sebuah langkah efektif untuk menumpuk modal investasi agar uang terus berkembang, tanpa memedulikan kenaikan dan penurunan instrumen.
3. Investasi dengan Uang Dingin
Para ahli dan perencana keuangan sepakat, sebaiknya uang yang digunakan untuk investasi berasal dari uang dingin. Uang dingin, yakni uang ”menganggur” yang benar-benar tidak akan digunakan dalam waktu dekat dan bukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mengapa harus uang dingin? Karena investasi reksadana kerap mengalami fluktuasi sehingga memerlukan waktu untuk bertumbuh. Dengan berinvestasi menggunakan uang dingin, kebutuhan sehari-hari tetap dapat dipenuhi, tanpa perlu panik jika uang investasi turun turun.
Risiko reksa dana paling tinggi tidak perlu ditakuti. Selama kamu investasi di aplikasi reksa dana online yang kredibel dan sudah berizin OJK seperti Bibit, investasi reksa dana pasti aman.