Obligasi atau surat utang merupakan instrumen investasi di pasar modal dengan waktu jatuh tempo tertentu. Saat waktu jatuh tempo telah tiba, maka pihak penerbit obligasi harus membayar nilai pokok obligasi kepada para pemegang obligasi. Lantas, apakah harus menyimpan obligasi sampai jatuh tempo tiba? Simak jawaban atas pertanyaan tersebut melalui ulasan di bawah ini.
Apa Itu Obligasi?
Obligasi atau disebut juga surat utang merupakan instrumen investasi di pasar modal yang bisa dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Obligasi bisa diterbitkan oleh pemerintah maupun korporasi, dengan isi berupa janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu, serta melunasi pokok utang pada waktu jatuh tempo pada pemberi utang.
Obligasi ada banyak jenisnya, yang mana bisa dibedakan berdasarkan beberapa aspek, seperti pihak yang menerbitkan obligasinya, jenis kuponnya, nominalnya, imbal hasilnya, dan lain-lain. Beberapa contoh dari obligasi ini seperti Surat Berharga Negara (SBN), obligasi korporasi, sukuk, dan Efek Beragun Aset (EBA).
Waktu Jatuh Tempo Obligasi
Waktu jatuh tempo atau maturity merupakan hal yang melekat pada obligasi. Jatuh tempo merujuk pada pada tanggal di mana pemegang obligasi akan mendapatkan pembayaran kembali pokok atau nilai nominal obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi, tergantung jenis obligasinya, intinya mulai dari 365 hari sampai dengan di atas 5 tahun.
Secara umum, semakin panjang periode jatuh tempo suatu obligasi, maka akan semakin tinggi nilai kuponnya. Namun, bukan berarti obligasi dengan waktu jatuh tempo singkat tidak diminati. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah diprediksi, sehingga memiliki risiko yang lebih kecil dibandingkan obligasi dengan periode jatuh tempo yang lebih lama.
Salah satu risiko yang mungkin dihadapi oleh investor obligasi adalah gagal bayar (default), yakni ketidakmampuan pihak yang berutang untuk membayar utangnya. Namun, risiko gagal bayar ini bisa dihindari dengan memilih obligasi pemerintah, yang menjamin 100% pembayaran utangnya sesuai dengan undang-undang.
Apakah Harus Menyimpan Obligasi Sampai Jatuh Tempo?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pembayaran utang akan dilakukan saat waktu jatuh tempo. Lantas, haruskah pemilik obligasi tetap menyimpan obligasi tersebut hingga jatuh tempo? Jawabannya adalah tidak. Obligasi bisa dijual atau dicairkan oleh investor, bahkan sebelum jatuh tempo.
Penjualan obligasi sebelum jatuh tempo sendiri biasanya dilakukan untuk mendapatkan capital gain dari obligasi tersebut. Capital gain merupakan selisih dari harga jual dengan harga beli obligasi. Jika harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan harga beli, maknanya lebih banyak keuntungan yang bisa diperoleh oleh investor tersebut.
Selain dengan melakukan penjualan, obligasi juga bisa dilepas dengan melakukan pencairan dana di awal. Opsi pencairan lebih awal atau early redemption ini diaplikasikan untuk obligasi yang tidak bisa diperjualbelikan di pasar sekunder. Pencairan awal bisa hingga 50 persen, sebagai contoh obligasi dengan tenor 2 tahun bisa dicairkan pada 12 bulan setelah obligasi diterbitkan.
Adapun contoh dari obligasi yang bisa dijual di pasar sekunder sebelum jatuh tempo seperti obligasi fixed rate (FR), Obligasi Ritel Negara (ORI), dan Sukuk Ritel (SR). Sedangkan untuk obligasi yang bisa dicairkan sebelum datangnya waktu jatuh tempo adalah seperti Savings Bond Ritel (SBR) dan Sukuk Tabungan (ST).
Risiko Melepas Obligasi Sebelum Jatuh Tempo
Obligasi tidak harus disimpan sampai waktu jatuh tempo tiba. Jika obligasi bisa diperjualbelikan, Anda bisa menjualnya di pasar sekunder sebelum jatuh tempo. Selain itu, tersedia juga opsi pencairan di awal untuk obligasi yang tidak bisa diperjualbelikan. Pun begitu, sebelum melepas obligasi lebih cepat dari waktunya, pahami risiko yang mungkin Anda hadapi berikut ini.
1. Risiko Pasar
Risiko pasar atau market risk merupakan potensi kerugian atau capital loss bagi investor akibat faktor-faktor yang memengaruhi kinerja keseluruhan dari pasar keuangan, seperti perubahan suku bunga, perubahan fundamental ekonomi, serta kondisi politik yang tidak stabil. Risiko ini berpotensi dihadapi oleh investor yang ingin menjual obligasi miliknya.
Investor akan mengalami capital loss, sekiranya investor menjual obligasi di pasar sekunder sebelum jatuh tempo dengan harga jual yang lebih rendah dibandingkan dengan harga belinya. Risiko ini bisa dihindari dengan tidak menjual obligasi sebelum jatuh tempo atau hanya menjual obligasi jika harga jualnya lebih tinggi dibandingkan dengan harga beli setelah dikurangi biaya transaksi.
2. Risiko Likuiditas
Selain risiko pasar, risiko likuiditas atau liquidity risk juga berpotensi untuk dihadapi oleh investor yang ingin menjual atau mencairkan obligasinya lebih awal sebelum jatuh tempo. Risiko likuiditas sendiri merujuk pada risiko di mana investor tidak dapat menjual atau mencairkan obligasi dalam waktu yang cepat pada harga yang wajar.
Salah satu faktor yang memicu obligasi menjadi likuid adalah banyaknya atau tingginya permintaan beli obligasi tersebut di pasar sekunder.
Baca juga: Apa Bedanya Obligasi FR Dengan SBN Ritel?
Apakah harus menyimpan obligasi sampai jatuh tempo? Tentu saja tidak. Sebelum datangnya waktu jatuh tempo, Anda bisa melakukan penjualan atau pencairan obligasi, sesuai dengan sifat dan aturan terkait obligasi tersebut. Pun begitu, harus diingat kalau ada risiko yang berpotensi untuk dihadapi, dengan melakukan penjualan obligasi sebelum waktu jatuh temponya tiba.